Tak Gentar!
Koran KR edisi 2 Juni
Anda sudah pasti mengetahui bahwa 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.Pengumuman itu disampaikan dalam penutupan pidato pak Jokowi dalam peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat sekitar pukul 11.
Timbullah rasa penasaran di hatiku, seperti apakah pidato Bung Karno pada saati itu. Lalu saya berseluncur, mencari-cari teks pidato Beliau. Akhirnya saya menemukannya, dan teksnya terlampir di Koran KR edisi 2 Juni pada waktu itu. Pidatonya cukup panjang, sehingga jika saya melampirkan keseluruhan isi teksnya, diperlukan lebih dari 3 halaman web. Jika anda pensaran dengan isi teksnya, saya telah melampirkan sumber diakhir tulisan ini.
Saya kaget melihat isi pidatonya, yang isinya bisa saya sebut sebagai solusi untuk masalah sekarang ini. Yaitu mengenai Radikalisme.
"
Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, – atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, – atau demukrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, – atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, – atau demukrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi
masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang
Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam
bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan
ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita
semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang
tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa.
Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni
dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara
yang bertuhan!
Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.
Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.
Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti yang cukup tentang
verdraagzaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun
telah menunjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita di dalam Indonesia
Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa
prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah Ketuhanan yang
berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang
hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau
saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa!
Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-
saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat
tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula! Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya
kita mempropagandakan idee kita masing-masing dengan cara yang
berkebudayaan!
Pancasila
“Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah
Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma
berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada
simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita
lima setangan. Kita mempunyai Panca Inderia. Apa lagi yang lima
bilangannya?"
Indonesia bukan hanya sebagai negara hukum (UUD 1945), tetapi Indonesia merupakan negara yang bertuhan. Jika kaum radikal tadi mampu mengingat kembali, apa yang Bung Karno sampaikan pada pidatonya 1 Juni, kesenjangan antar kaum beragama tidak akan terjadi.
Bung Karno menyampaikan pidatonya terkait 5 prinsip yang merupakan cikal bakal lahirnya pancasila. Dapat dilihat dari isi teksnya, bahwa terdapat lebih dari satu tanda seru. Hal ini membuktikan bahwa Bung Karno berpidato dengan lantang, penuh semangat, dan percaya diri. Di tengah-tengah pidatonya, Bung Karno mengajak audience untuk ikut menjawab pertanyaan ataupun pernyataan yang terlontar dari pidatonya. Ini menunjukkan bahwa Bung Karno mampu mencuri perhatian audience. Selain itu, Bung Karno mampu membakar semangat audience yang mendengarkan pidatonya, anda dapat melihatnya pada sumber setelah tulisan ini, di halaman kedua sumber, audience menjawab dengan lantang dan penuh semangat yang ditunjukkan dengan tanda seru. Saya pun sebagai pembaca, seperti merasakan suasana waktu itu bahkan saya seperti mendengarkan langsung pidatonya pada sidang BPUPKI. Sungguh, setelah selesai membacanya, jiwa saya seperti terbakar, penuh semangat, dan membuat saya ingin selalu aktif di kelas bersama rekan-rekan, terutama kelas Bahasa Indonesia yang nilai keatifannya cukup menarik perhatian yaitu sebesar 40%!
Sumber dari : http://krjogja.com/web/news/read/34353/Pidato_Bung_Karno_1945_tentang_Pancasila_II
MasyaAllah
BalasHapus